Skip to main content

Surat - 3




Entah sejak kapan aku berhenti mengikuti jejakmu di jejaring sosial. Tak sesering dulu dalam mengingatmu. Tahukah kamu arti semua ini? Iya, perasaanku mulai menyerah.,Karena kau tak pernah mau mengerti. Sejak percakapan kita selalu berakhir dengan perbedaan pendapat.
Sesuatu yang terlalu cepat dimulai akan berakhir dengan cepat pula, begitu kata orang. Tapi aku tak menyetujuinya dulu. Karena ku pikir dengan kau semuanya tak akan pernah berakhir. Terlalu naifkah aku? Atau aku hanya terjebak dalam bayangan semu sebuah cinta? Atau yang ku pikir itu cinta?
Darimu aku belajar banyak hal. Semenjak ku merasa kau memang bukan untukku aku menjadi terlalu masa bodoh dengan jodoh. Aku tak ingin berusaha mencari. Aku tak ingin berusaha mengejar. Kalau memang Tuhan telah menyiapkan jodoh untukku, dengan kekuatan alam yang misterius kami akan ditemukan, magnet alam akan menarik kami satu sama lain sehingga tak pernah terpisah lagi, dalam jarak, dalam ruang waktu maupun dalam perbedaan.

 
Kamu yang disana, kita memang tak tau kemana takdir akan membawa kita dimasa depan. Tapi ingatkah kamu percakapan kita untuk berteman sampai nanti. Aku tak tau apa yang merenggangkan kita saat ini. Membuat semua tak menyenangkan diujung percakapan. Semuanya serasa serba salah, bahkan aku sampai takut hanya sekedar untuk menyapamu. Kadang sudah ku ketikkan beberapa kata untuk sekedar menyapamu, tapi ku hapus lagi dan ku urungkan niatku.  Aku tak ingin membuatmu tak nyaman, aku tak ingin terkesan sebagai pengganggu kedamaian hidupmu.
Kalau memang saat ini aku tak menyapamu, bukan karena aku benar-benar ingin tak mengacuhkanmu. Tapi aku hanya sedang menunggu sapaanmu terlabih dahulu. Aku lelah mengawali, sedangkan kau yang selalu mengakhiri.
Tulisan ini ku buat hanya untuk sekedar mengatakan apa yang seharusnya aku utarakan padamu. Tapi aku memang pecundang yang tak berani bicara secara langsung denganmu. Aku takut rasa sesak itu datang bila aku mengutarakannya secara langsung padamu, tapi aku tak menerima responmu sama sekali. Biarlah ku utarakan disini. Bila memang tak ada respon darimu kuanggap kau tak pernah membaca tulisan ini.

Jakarta, 29 Oktober 2012 9.23 PM

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---