Hari ini hari pernikahan Mas Andi. Sesaat pikiranku melayang
ke masa-masa kami kecil dulu. Rasanya baru kemarin aku dan mas Andi bertengkar
karena merebutkan kelereng, aku yang ngambek karena mas Andi tak mengajakku
main layangan ataupun ngambek karena mas Andi lupa mengajakku mencari jangkrik.
Aktifitas ku ketika kecil tak jauh dari
kegiatan anak laki-laki.
Akupun ingat ketika kami mencari jangkrik bersama tiba-tiba
aku meraba leherku dan tidak kurasakan kalungku disana. Aku memberi tahu mas
Andi dan diapun panic mencari kesana-kemari menyelsuri jalan setapak sawah yang
sudah kami lalui. Tapi hasilnya nihil. Kami pun pulang dan aku terpaksa mengaku
ke Ibu.
“Bu, kalungku hilang” ujarku pelan menahan tangis.
“apa nduk?”
“kalungku ilang bu” aku tak bisa menahan tangisku. “Tadi aku
sama mas Andi cari jangkrik disawah. Terus aku raba kalungku ga ada. Aku sama
mas Andi udah coba nyari Bu, tapi ga ketemu” kata-kata pembelaan berhamburan
keluar dari mulutku.
“beneran udah dicari?” tanya ibu memastikan.
“udah”
Kulihat mata ibu redup menahan sedih. Beliau tidak marah.
Itulah yang paling membuatku semakin bersalah. Aku sudah membuat ibu sedih.
Kalungku ituadalah hasil jerih payah ibuku yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit. Kalung itu merupakan tabungan
ibu untuk biayaku masuk SMP.
Kuingat juga ketika aku selesai bertengkar dengan mas Andi.
Kami saling mendiamkan. Tapi selalu tak lebih dari 3 hari.
“Na, mau mie gak?” tanya Mas Andi sore itu.aku hanya
meliriknya sesaat. Mas Andi memang paling tahu membuatku menyerah dalam perang
dingin. Mie instan merupakan makanan yang aku idam-idamkan. Karena Ibu ku hanya
memberiku jatah makan mie instan sebulan 2 kali. Kejam sekali kan? Ibu bilang
mie instan ga bagus untuk kesehatan dan beliau selalu menakutiku kalo aku sering
makan mie instan. Ususku akan terlilit mie tersebut dan harus dioperasi. Anak
kecil mana yang tak takut membayangkan perutnya dibedah dengan pisau. Walaupun
sekarang setelah jauh dari ibu ku mie instan merupakan menu utamaku saat
kantong kempes dan malas cari makan diluar.
“Na, enak lho” mas Andi menyeruput mienya sehingga
menimbulkan suara yang membuatku menelan air liur. “Na, kalo ga buru-buru ibumu nanti pulang
lho, sini kalo mau jangan malu-malu”
“Mas Andi jangan bilang Ibu ya, janji?” akupun mengacungkan
jari kelingkingku.
“iya janji, ni makan” mas Andi menautkan kelingkingnya pada
kelingkingku.
Dan kami mengakhiri perang dingin hari itu juga.
Prestasi Mas Andi disekolah tak sebaik prestasiku. Tapi
Eyang selalu memanjakan Mas Andi dan selalu memberikan apa yang Mas Andi mau.
Sedangkan aku? Ibu selalu mengajariku untuk menabung bila aku menginginkan
sesuatu.
Tapi karena prestasiku yang baik disekolah aku banyak
mengikuti lomba. Aku pernah menjuarai lomba tilawah sekabupaten untuk tingkat
SD tapi terpaksa menelan pahitnya kekalahan ditingkat provinsi. Saat SMP aku
kurang menonjol karena selalu sekelas dengan temanku yang jenius. Kami sebangku
dan aku selalu kagum padanya. Bagaimana dia punya ingatan setajam itu. Karena
jujur aku paling lemah soal ingatan.hehe.
lulus SMP aku mendapatkan nilai yang bagus. Aku mendapat peringkat ke2
sekecamatan. Aku memutuskan untuk masuk sekolah kejuruan. Di SMK aku mulai
unjuk gigi lagi. Nilaiku selalu bagus untuk mata pelajaran kejuruanku sehingga
aku ditunjuk sekolah untuk mewakili lomba di Semarang. Berkali-kali aku
mengikuti lomba dan Alhamdulillah uang saku yang ku dapat bisa ku belikan
handphoneku yang pertama. Sony Ericson K300 saat itu. Semua itu tak luput dari
jasa Mas Andi yang rela mengantar jemputku saat pelatihan lomba J
Dengan adanya Mas Andi aku tak pernah melirik cowok untuk ku
jadikan pacar. Bukannya sombong ya, banyak cowok yang memintaku menjadi
pacarnya. Tapi entah kenapa dekat-dekat dengan cowok selain mas Andi membuatku
tak nyaman. Apalagi kalo mereka berani memegang tanganku, bisa ku pastikan
mereka akan kena bogem mentahku. Dan kapok mendekatiku. Mas Andi is my best
man. Dia temanku pergi kemana saja. Tukang ojek siap sedia 24 jam untukku. Tapi
my best man ku itu takut tikus. Aku pun tertawa terbahak-bahak melihat mas Andi
lari terbirit-birit karena aku membawakan tikus untuknya. Mas Andi juga takut
dengan anak burung dan anak kucing. Sedangkan aku hanya takut dengan ulat dan
kecoak. Mas Andi ga pernah bisa membalas menjailiku karena tentu saja dia juga
tak berani memegang ulat dan kecoak.
Aku mulai punya pacar ketika lulus SMK saat mas Andi sudah
mulai mengacuhkanku dan mementingkan pacarnya. Aku kesepian karena tukang
ojekku sdah diambil alih oleh cewek-asing-dengan-senyum palsu. Tapi baru semingu
aku pacaran aku putus dengan pacarku itu, karena aku merasa tak nyaman bila
dekat dengannya.
“Na, jangan ngelamun aja donk diacara Mas” Mas Andi memukul
bahuku pelan sambil tertawa sumringah.
Hari ini kulihat wajah mas Andi begitu sumringah. Matanya
berbinar bahagia. dan Mbak Rara disampingnya juga tak kalah bahagianya. Tapi
rasanya aku kesepian diacara pernikahan ini. Aku merasa kehilangan yang sangat
dalam karena rasa kesepian yang akan menghampiriku dimasa-masa yang akan
datang. Aku tak kan punya teman berbagi susah dan senang dan tukang ojek 24
jamku lagi.
Semoga Allah mengirimkan my Best man suatu saat nanti yang
rela berbagi susah senang denganku. Amiin J
Comments
Post a Comment