Skip to main content

(Bukan Surat Cinta) Ketika Rasa Itu Telah Hilang...



Hai kamu yang selalu mampu menguras perhatianku…

Sudah hampir empat tahun kita menjalani hubungan ini. Bukan waktu yang singkat tentunya. Banyak sekali kejadian yang kita alami selama empat tahun belakangan ini. Bersamamu memberikanku banyak sekali pelajaran sehingga aku bisa bersikap lebih dewasa, lebih tegar dan kuat dari sebelumnya.  Taukah kamu semenjak denganmu aku menjadi jarang sekali menangis?
Masalah-masalah yang timbul diantara kita yang sering menyesakkan hati dan pikiranku tak pernah mampu membuatku menitikkan air mata. Pada saat menghadapi hari-hari berat yang disebabkan olehmu pun aku tak pernah menangis.   Aku lebih suka membuang-buang air mataku saat menikmati sebuah film atau sekedar menghayati cerita fiktif.
Selama empat tahun ini sering kali aku berpikir untuk mengakhiri semua yang telah kita jalin bersama. Aku merasa sudah tak ada lagi getar-getar cinta yang membuatku semangat menatap pagi untuk segera bertemu denganmu. Sekarang aku hanya menganggapmu tak lebih dari rutinitas. Walaupun kita selalu menghabiskan waktu bersama rasa ini semakin menjauh, semakin layu. Aku tak tahu apa yang salah dan sejak kapan aku kehilangan rasa ini tapi yang jelas mimpi-mimpiku tentangmu ketika aku terlelap dimalam hari sangat mengusikku. Karena ku pikir hanya dalam tidur kau tak kan lagi menghantui hidupku, tapi nyatanya aku salah. Kau tak pernah absen dalam mimpi sekalipun.
Kau boleh menganggapku lemah, karena nyatanya aku tak berani melepasmu. Aku tak berani melangkah maju tanpamu. Kau boleh berbangga diri karena berpikir kau lah yang menopang hidupku selama ini, tempatku menggantungkan mimpiku, membuatku mampu sedikit demi sedikit meraih kesenangan duniawi.
Aku tahu semua ini bukan sepenuhnya salahmu, ketidakbahagiaanku sekarang lebih disebabkan sifat pengecutku selama ini. Ketika seharusnya aku melepaskanmu tapi aku malah menenggelamkan diri lebih dalam dan semakin dalam kedalam pelukmu. Dan kini hasilnya aku semakin susah melepasmu.
Aku lelah sayang, sangat lelah. Aku terlalu takut melepas kesenangan denganmu daripada melangkah pada dunia bahagiaku yang memberikan kebebasan padaku.
Ku pikir hanya waktu yang mampu menolongku lepas dari jeratanmu. Aku sedang bernegoisasi dengan waktu untuk mengumpulkan segenap keberanianku yang telah tercecer. Aku akan segera bebas darimu. Aku akan segera menemukan kebahagiaanku sesungguhnya. Meski tidak dalam waktu dekat ini tapi tak lama lagi aku akan lepas dari jeratanmu. Segera aku akan mengucapkan selamat tinggal padamu dan menyambut bahagiaku.


Jakarta, 16 Januari 2013

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---