Skip to main content

Cerita dari dalam Kamar #3



Cerita dari dalam kamar #3

Teddy Bear Ungu, Vio namanya. 

Ku beli beberapa tahun silam di kota tua sepulang jalan-jalan dari kebun raya bogor bersama teman-temanku. Aku begitu overprotective padanya saat awal-awal kami bersama. Bila temanku tak sengaja menindihnya, aku akan berteriak memperingatkan mereka. Hanya aku yang boleh memeluk vio-ku. Vio terasa pas dalam pelukku. Terdengar kekanak-kanakan tapi begitulah adanya.
Tapi semakin lama, semakin banyak debu yang menempel pada bulu lembut vio. Aku pun mulai menjauhinya. Tak pernah lagi memeluknya saat tidur. Dan aku pun tak lagi berteriak bila ada yang sengaja menjadikannya bantal. Aku bosan padanya. Aku mulai jahat padanya.
Vio pun kini berkumpul dengan teman-temannya yang lain di sudut kamar. Semoga dia tidak kesepian. Semoga dia tidak kedinginan di kala malam.

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di café ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---