Skip to main content

Satu Pertanyaan Saja



Selamat sore Anda yang sekarang entah dimana,

Bagaimana kabar anda? Lama sekali rasanya tak mendengar kabar anda, mungkin saja sekarang anda sudah menyadari kalau selama ini saya selalu mencoba menghindar sehingga tercipta jarak tak kasat mata antara saya dan anda. Entah saya harus berterima kasih atau meminta maaf karenanya. Tapi sebelum saya bisa menafsirkan perasaan saya yang kacau-balau ketika berada didekat anda, mungkin jarak ini sangat berguna bagi saya.
Hujan sedang menyelimuti Jakarta hari ini disertai gelegar petir yang menyeramkan. Apakah ditempat anda sedang hujan? Kalau anda sedang diluar sekarang, saya sarankan untuk segera meneduh. Jangan melawan hujan, hujan kadang bisa sangat jahat, anda bisa jatuh sakit karenanya.
Saat hujan seperti ini, kenangan menjadi momok yang menakutkan, lebih menakutkan daripada petir yang bersahut-sahutan diluar. Kenangan saya dengan anda yang tak begitu banyak, muncul ke permukaan hati saya satu demi satu. Rasa rindu yang sebisa mungkin saya pendam selama 20 tahun ini sudah menggunung, lebih tinggi dari puncak gunung tertinggi di dunia. Bila dijumlahkan dengan kalkulator, jumlah total digitnya pun tak mungkin bisa lagi ditampilkan semuanya,karena rasanya memang sudah tak terhingga totalnya. Dan Mungkin bila rindu ini bisa diuangkan, saya akan menjadi kaya raya karenanya.
Tahukah anda selama ini saya selalu membodohi perasaan saya sendiri, selalu menguatkan diri dengan berpikir saya tak memerlukan sosok anda dalam hidup saya, saya akan baik-baik saja tanpa anda. Tapi sejujurnya setiap malam, saya selalu menangis dalam hati, menangisi rasa rindu yang tak pernah bisa dibodohi.  
Anda tahu kenapa saya selalu menghindari undangan anda untuk bertemu dan berkumpul dengan keluarga baru anda? Karena saya takut, saya takut saya terbakar oleh rasa cemburu. Saya takut bendungan air mata saya bobol melihat kemesraan anda bersama keluarga anda. Saya memang belum cukup dewasa untuk menerima kemesraan anda dan keluarga anda didepan mata saya. Tak akan pernah cukup dewasa yang berarti sampai kapanpun saya tak akan sanggup melihat itu semua.  
Selama 20 tahun, ada sebuah pertanyaan yang ingin saya sampaikan kepada anda, hanya satu pertanyaan sederhana. Selalu saya teriakkan dalam hati tapi tak mampu saya suarakan melalui bibir saya. Saya menunggu anda menjelaskan tanpa saya harus menanyakan. Tapi nampaknya saya menunggu hal yang sia-sia, sesuatu yang memang tak ingin anda sampaikan bila saya tak bertanya.
Saya hanya ingin menanyakan satu pertanyaan yang disusun oleh 3 kata, “kenapa anda pergi?”
Mungkin hanya perlu 2 detik untuk mengatakannya, tapi lidah saya kelu bila ingin mengucapkannya. Saya tak mampu, saya takut menerima jawabannya. Saya terlalu pengecut.
Mungkin surat ini tak akan pernah anda baca, tak akan pernah sampai ditangan anda. Karena seperti yang telah saya sampaikan, saya terlalu pengecut. Tapi  surat ini sedikit mampu mengurangi beban rindu yang selama ini saya pikul.

Salam hangat dari seorang gadis yang selalu menumpuk rindunya,

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---