Skip to main content

Dengarkan Ceritaku


source : google
Aku merasa banyak yang iri padaku. Mereka berpikir aku adalah pemalas. Kegiatan rutinku hanya makan, tidur, main trus makan lagi trus tidur lagi. Mereka bilang aku jorok karena takut air. Hey… asal kalian tahu aku mempunyai ritual mandi khusus aku tak perlu air, karena aku sadar akan lingkungan dan tau betapa berharganya air.

Aku memang beruntung bila seseorang jatuh kasihan padaku lalu mengadopsiku. Itu sih jarang-jarang. Kelasku hanya untuk dikasihani sebatas dikasih makanan sisa.
Seperti kalian, aku dan teman-temanku juga memiliki tingkatan kasta. Orang-orang lebih menyukai temanku yang  bule, yang berhidung pesek, memiliki bulu-bulu yang lebat dan panjang. Kebalikan dari tipe ideal manusia. Mereka lebih menyukai hidung yang mancung dan bulu yang minim. Bahkan mereka membuang-buang uang mereka untuk mencabuti bulu-bulu ditubuh mereka. Hasyaahhh….
Kalian memanggilku kampung, karena aku suka mengais sisa-sisa makanan ditumpukan sampah. Mendapat kepala dan tulang ikan saja adalah sebuah rezeki yang sangat aku syukuri. Kadang kalau aku tidak beruntung dan mendapat sisa-sisa makanan, aku akan memasang muka melas lalu menunggu orang yang sedang makan diwarung tenda, mengharapkan belas kasihan mereka untuk sepotong tulang.
Sering aku menemui orang baik hati yang melempar tulang berbalut daging.  tak jarang ada manusia yang luar biasa pelit, sampai tulangpun disesap sum-sumnya sampai habis, sehingga tak ada sisa yang bisa aku nikmati. Tapi adapula manusia yang kasar, menganggapku menganggu dan menendangi ku agar menjauhi mereka.
Itulah resiko hidup dijalanan tuan dan nyonya. Hidup ku keras. Yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Aku harus rela bertengkar dengan teman-teman ku sendiri demi sepotong tulang. Aku dan teman-temanku saling cakar dan saling gigit, harus ada salah satu pihak yang kalah atau mengalah, baru kami akan mengakhiri pertengkaran.
Aku hidup dengan insting. Kalau aku lapar dan tiba-tiba mendapat kesempatan emas didepan mata, aku tak akan menyia-nyiakan begitu saja. Aku juga hidup dari mencuri. Tapi ganjaran dan resiko yang aku tanggung sangat berat bila aku tertangkap. Bila aku ketahuan, kalian akan melempariku dengan sapu atau pisau.  Bila kurang beruntung dan terkena kakiku, kakiku akan patah dan pincang. Kaki patah hanya sedikit resiko yang harus ku tanggung. Kalian terkadang sangat kejam dan berdarah dingin, Kalian akan sengaja menjebakku untuk memakan makanan yang telah dilumuri racun. Dan akhirnya aku akan menjemput ajal dalam kesakitan. Seperti sekarang, aku sedang sekarat menunggu ajal karena menu makan siangku yang sengaja kalian bumbui racun.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---