Skip to main content

Secangkir Kenangan


 
Sekarang aku disini, seperti melakukan pengulangan perjalanan kita ke Jogja satu tahun yang lalu. Tapi kali ini bukan diwarnai tawa dan pelukan. Hanya air mata dan sepi yang menyelimutiku sepanjang perjalanan. Dan yang jelas tak ada kamu disampingku.

Jangan marah padaku bila aku belum bisa melupakanmu. Jangan bersedih bila kau melihat air mataku membasahi pipiku hanya karena mengenangmu. Mengenang kisah kita. Aku seperti orang linglung yang hilang arah tanpamu. Andai saja dulu bisa kupilih, akan ku serahkan nyawaku asal tetap bisa bersamamu menghadap Tuhan. Tapi aku tahu dari awal aku tak pernah diberikan pilihan. Aku hanya menjalankan takdir yang telah digariskannya sebelum aku dilahirkan. Aku tetap dibiarkan hidup oleh-Nya. Menghadapi hari demi hari dalam duka karena kehilanganmu. Aku memang hidup tapi jiwaku telah ikut pergi bersamamu. Kini aku hanyalah seorang robot yang hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Tanpa rasa, tanpa hasrat.
Tak ada yang bisa sepertimu, sayang. Yang selalu menjawab pertanyaan tak penting dariku dengan senyum yang hangat. Yang membalas pernyataan tololku dengan pernyataan yang lebih konyol. Sehingga kita larut dalam tawa bahagia bersama. Menertawakan obrolan konyol yang hanya dimengerti olehku dan dirimu. Kemudian tak henti-hentinya tertawa melihat kedua alis bertemu pada wajah orang-orang yang melihat kita seperti sepasang orang sinting.
“Aku merepotkanmu ya?” tanyaku disuatu senja ketika aku dalam dekapanmu.
“Aku menyukai bahkan tergila-gila pada seorang gadis yang merepotkan” kau menjawab pertanyaan absurdku dengan tatapan teduhmu. Lalu kau mengecup dahiku lembut.Kurasakan cinta yang luar biasa saat itu.
Air mataku kembali mengalir deras. Kereta yang membawaku kembali ke Jogja berlahan-lahan mengurangi kecepatannya dan berhenti di stasiun Lempuyangan. Kenangan kita saat pertama kali menginjakkan kaki di Jogja seperti berputar kembali, serasa nyata.
Aku tak peduli pada tatapan orang disekitarku yang melihat wajahku sembab dan berlinang airmata. Bahkan salah satu diantara mereka menghampiriku dan bertanya apakah aku baik-baik saja yang tentu saja ku jawab dengan sebuah senyuman dan anggukan. Orang-orang Jogja memang ramah dan hangat. Seperti sosokmu yang ku kenal selama ini.
Sudah waktunya aku kembali menjalani hidupku dengan benar. Bukan hanya seperti robot yang mati rasa dan melakukan semua hal tanpa rasa. Maaf aku baru bisa mengabulkan permintaanmu sekarang. Tapi saat aku berjanji akan menjalani hidup dengan sebaik-baiknya tanpamu sebelum kau benar-benar pergi, percayalah bahwa aku bersungguh-sungguh. Walaupun aku perlu waktu yang cukup lama untuk bisa merealisasikan janjiku. Tapi sebelum itu, aku ingin menelusuri kembali jejak-jejak kenangan manis kita disini, di daerah istimewa ini. Walaupun akan ada bagian hati ini yang koyak setiap aku mendatangi sudut-sudut kenangan kita.
Aku akan menyusun kembali hidupku yang sempat berantakan setelah kau tinggalkan sayang. Merapikan kenangan-kenangan kita pada sudut istimewa dalam hatiku. Walaupun kau tak akan pernah menjadi masa depanku. Tapi kenangan itu tak akan pernah padam, sampai aku menutup mata dan menyusulmu disana dalam keabadian.
Salam hangat dan penuh cinta dariku yang selalu mencintaimu sepenuh hati. 

(Ditulis saat perjalanan menuju Jogjakarta 16 November 2012, entah darimana datangnya inspirasi itu, tapi aku merasakan sosok hangat itu memang pernah benar-benar ada dalam hidupku walaupun kenyataannya tak pernah ada) 

Comments

  1. saya yakin.kenangan yg pkau tulis sekarang pernah kau alami entah dari kehidupan mu sebelumnya atau dari sosok yg lain.
    salam.

    ReplyDelete
  2. Saya juga heran, tiba-tiba saya pilu ketika kereta yg membawa saya ke Jogja melaju dan inspirasi itu datang tiba-tiba ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di café ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---