Sekarang
aku disini, seperti melakukan pengulangan perjalanan kita ke Jogja satu tahun
yang lalu. Tapi kali ini bukan diwarnai tawa dan pelukan. Hanya air mata dan
sepi yang menyelimutiku sepanjang perjalanan. Dan yang jelas tak ada kamu disampingku.
Jangan
marah padaku bila aku belum bisa melupakanmu. Jangan bersedih bila kau melihat
air mataku membasahi pipiku hanya karena mengenangmu. Mengenang kisah kita. Aku
seperti orang linglung yang hilang arah tanpamu. Andai saja dulu bisa kupilih,
akan ku serahkan nyawaku asal tetap bisa bersamamu menghadap Tuhan. Tapi aku
tahu dari awal aku tak pernah diberikan pilihan. Aku hanya menjalankan takdir
yang telah digariskannya sebelum aku dilahirkan. Aku tetap dibiarkan hidup oleh-Nya. Menghadapi
hari demi hari dalam duka karena kehilanganmu. Aku memang hidup tapi jiwaku
telah ikut pergi bersamamu. Kini aku hanyalah seorang robot yang hanya
melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Tanpa rasa, tanpa hasrat.
Tak
ada yang bisa sepertimu, sayang. Yang selalu menjawab pertanyaan tak penting
dariku dengan senyum yang hangat. Yang membalas pernyataan tololku dengan pernyataan yang
lebih konyol. Sehingga kita larut dalam tawa bahagia bersama. Menertawakan obrolan
konyol yang hanya dimengerti olehku dan dirimu. Kemudian tak henti-hentinya
tertawa melihat kedua alis bertemu pada wajah orang-orang yang melihat kita
seperti sepasang orang sinting.
“Aku
merepotkanmu ya?” tanyaku disuatu senja ketika aku dalam dekapanmu.
“Aku
menyukai bahkan tergila-gila pada seorang gadis yang merepotkan” kau menjawab
pertanyaan absurdku dengan tatapan teduhmu. Lalu kau mengecup dahiku lembut.Kurasakan cinta yang luar biasa saat itu.
Air
mataku kembali mengalir deras. Kereta yang membawaku kembali ke Jogja
berlahan-lahan mengurangi kecepatannya dan berhenti di stasiun
Lempuyangan. Kenangan kita saat pertama kali menginjakkan kaki di Jogja seperti
berputar kembali, serasa nyata.
Aku
tak peduli pada tatapan orang disekitarku yang melihat wajahku sembab dan berlinang airmata. Bahkan salah
satu diantara mereka menghampiriku dan bertanya apakah aku baik-baik saja yang
tentu saja ku jawab dengan sebuah senyuman dan anggukan. Orang-orang Jogja
memang ramah dan hangat. Seperti sosokmu yang ku kenal selama ini.
Sudah
waktunya aku kembali menjalani hidupku dengan benar. Bukan hanya seperti robot
yang mati rasa dan melakukan semua hal tanpa rasa. Maaf aku baru bisa
mengabulkan permintaanmu sekarang. Tapi saat aku berjanji akan menjalani hidup
dengan sebaik-baiknya tanpamu sebelum kau benar-benar pergi, percayalah bahwa aku
bersungguh-sungguh. Walaupun aku perlu waktu yang cukup lama untuk bisa
merealisasikan janjiku. Tapi sebelum itu, aku ingin menelusuri kembali
jejak-jejak kenangan manis kita disini, di daerah istimewa ini. Walaupun akan ada
bagian hati ini yang koyak setiap aku mendatangi sudut-sudut kenangan kita.
Aku
akan menyusun kembali hidupku yang sempat berantakan setelah kau tinggalkan
sayang. Merapikan kenangan-kenangan kita pada sudut istimewa dalam hatiku. Walaupun
kau tak akan pernah menjadi masa depanku. Tapi kenangan itu tak akan pernah
padam, sampai aku menutup mata dan menyusulmu disana dalam keabadian.
Salam
hangat dan penuh cinta dariku yang selalu mencintaimu sepenuh hati.
saya yakin.kenangan yg pkau tulis sekarang pernah kau alami entah dari kehidupan mu sebelumnya atau dari sosok yg lain.
ReplyDeletesalam.
Saya juga heran, tiba-tiba saya pilu ketika kereta yg membawa saya ke Jogja melaju dan inspirasi itu datang tiba-tiba ^^
ReplyDelete