![]() |
Courtesy ShutterStock.com |
“Aku
besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku
sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku.
“Sudah
malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata
lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di café ini.
Aku
menggeleng. “Aku masih pengen disini”
“Perlu
aku temenin?”
“Gak,
kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini”
“Kamu
hati-hati ya, jangan pulang larut”
Ku
lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku.
Sebelum
pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat.
Ku
tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah
membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak
bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah
lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun
lagi.
“Cobalah
buka hatimu untuk Priyo sayang, sudah genap setahun Damar meninggalkan kita”
Kata Ibu saat aku pamit berangkat ke Jogja.
“Laras
sedang mencobanya Bu”
Ku
ingat kata-kata Ibu sepanjang perjalanan. Aku sudah mencoba untuk mencintai
Priyo. Tapi entahlah, aku seperti robot yang hidup tapi tak mempunyai hati.
Hanya hidup, bergerak tanpa hasrat dan
rasa.
Kereta
perlahan-lahan meninggalkan Stasiun Senen menuju Jogja membawa misiku untuk melarungkan kenanganku bersama Damar. Bunyi gemuruh kereta kembali membuatku
mengenang perjalananku dan kamu ke Jogja satu tahun lalu. Perjalanan yang diwarnai
tawa, pelukan dan mimpi. Kamu berjanji, akan
ada perjalanan ke Jogja untuk kedua, ketiga dan seterusnya. Tapi Damar, kamu
ingkar, kamu pergi meninggalkanku sendiri bersama duka dan sejuta kenangan yang
telah kita ukir bersama.
Andai
saja tidak terjadi kecelakaan naas itu, mungkin perjalanan ke Jogja tak akan
sesepi dan sesedih ini. Ku lihat semua penumpang disekitarku telah terlelap dan
terbuai dalam mimpi mereka. Tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja. Aku
terisak perlahan. Aku rindu pelukanmu, aku rindu senyummu, aku rindu semua yang
ada pada dirimu Damar. Setiap sudut kereta saja mengingatkanku padamu,
bagaimana dengan setibanya aku di Jogja nanti? Masih sanggupkah aku berdiri
tegak melewati sudut-sudut kenangan kita selama di Jogja?
Kereta
yang membawaku kembali ke Jogja dengan berlahan mengurangi kecepatannya dan
berhenti di Stasiun Lempuyangan, gerbang utama ku untuk kembali menelusuri sudut-sudut
kenangan kita yang telah mengkristal.
Ku
lihat bayangan wajahku di cermin yang sembab, air mata ini seperti bocor dan
terus mengalir begitu saja.
“Kamu
ndak apa-apa nduk?” Tanya seorang wanita yang ku taksir usianya sudah diatas
40.
Aku
menggeleng dan tersenyum. Lalu mencuci wajahku.
Kutinggalkan
stasiun lempuyangan.
---
“Kamu
tahu nggak, orang disekitar sini punya mitos soal asmara”
Aku
melirikmu yang sedang memandang lurus kearah candi Prambanan.
“mitos
apa?” aku menggelayut manja dilenganmu.
“orang
yang pacaran bisa putus kalau ke Prambanan berdua” kau memandangku penuh arti.
“Aku
ga percaya, ayo kita buktikan” Aku menarik lenganmu untuk bergegas menelusuri
kemegahan candi Prambanan.
Kenangan
itu terekam jelas dalam memori otakku. Kita bukan putus sayang, tapi kita
dipisahkan oleh kematian. Tak kuasa aku menahan air mata. Lagi-lagi aku
menangis. Aku cengeng sekali setelah kepergianmu, padahal dulu kau selalu
memujiku sebagai wanita yang tegar.
Aku
seperti orang linglung, ku kelilingi candi Prambanan sendirian sambil
menggali-gali kenanganku denganmu. Aku tersenyum sekaligus menangis, menikmati
kenangan-kenangan kita yang coba ku putar ulang dihatiku.
Candi
Prambanan, pasar beringharjo, sepanjang Jl. Malioboro dan semua sudut Jogja
telah berhasil melumpuhkanku. Hati ku
benar-benar sudah terkoyak oleh Kristal-kristal kenangan kita.
---
“Hai
sayang, aku menepati janjiku padamu bukan? Aku telah datang kembali. Meski
hanya sepi yang setia menemaniku sepanjang perjalanan kemari tapi aku tahu, kau
selalu menemaniku dibalik sepi, bukan? Oya, kamu pasti ingin mendengar ceritaku
semenjak kamu pergi, iya bukan?” aku tersenyum penuh arti memandang nisanmu,
Damar.
“Tiga
hari setelah kepergianmu aku sudah melakukan aktifitasku kembali dengan normal,
aku sudah kembali bekerja lho walaupun aku dihujani tatapan aneh oleh
teman-temanku, mereka berbicara dengan hati-hati padaku tak seperti biasanya
yang suka ceplas-ceplos, menawariku segala macam hal yang bisa ku lakukan sendiri.
Tapi seminggu kemudian mereka semua sudah normal kembali kok. Dua bulan setelah
kamu pergi aku ketemu Priyo Mar, sahabat kamu yang juga telah menjadi sahabatku
juga. Dia menghadirkan tawa lagi dalam hidupku Mar, kamu tahu kan banyolan
jayusnya dia kaya gimana? Priyo yang nggak pernah serius dan selalu bercanda
tiba-tiba jadi hangat dan perhatian padaku, dia masih sering bercanda tapi cara
dia menatapku berubah Mar, entahlah aku tak bisa membaca apa yang ingin
disampaikannya melalui jendela matanya” aku menarik nafas panjang sebelum
memulai kembali ceritaku.
“kami
sering jalan bersama sepulang kantor, kadang-kadang dihari minggu dia
mengajakku pergi ke puncak, melihat curug, kebun teh, bukit pelangi dan semua tempat menyenangkan di Bogor. Lalu dia
bilang kalau dia cinta sama aku Mar, aku bingung menjawabnya, dia tau aku masih
cinta sama kamu dia bersedia menungguku, menunggu sampai aku siap membuka hati
untuknya” air mataku tak bisa dibendung lagi ku usap berlahan ukiran nama Damar
di nisannya.
“aku
bersedia mencoba menjalin hubungan khusus dengannya Mar, aku akan mecoba
menyayanginya. Hanya dia yang mengerti bahwa sampai kapanpun kamu akan tetap
memiliki ruang khusus dihatiku. Aku kesini untuk meminta ijinmu, agar aku tak
ragu melangkah, agar aku tak lagi menengok kebelakang ketika berjalan menuju
masa depan dengannya, aku tahu kamu pasti menyetujui pilihanku karena kamu
pernah berkelakar hanya Priyo yang kamu percaya untuk jaga aku kalau kamu nggak
ada kan?” aku tersenyum, ku lirik jam tangan yang melingkari pergelangan tanganku. Satu jam lagi
kereta yang membawaku pulang ke Jakarta dan kembali pada Priyo akan berangkat. “Aku
pulang dulu ya, jangan khawatir aku akan sering kemari untuk menengokmu sayang,
tidak akan sendiri lagi seperti sekarang, tapi aku juga akan membawa Priyo. I
love you” ku kecup nisan Damar lalu beranjak meninggalkannya.
Hatiku
terasa lebih ringan setelah mengobrol panjang lebar dengan Damar. Ku nikmati
embusan angin yang membelai wajahku. Aku mencintaimu Damar, aku tak akan
membuatmu bersedih disana dengan melihatku terpuruk. Seperti katamu, aku wanita
paling tegar yang pernah kamu kenal. Aku akan membuktikannya. Aku akan membuka
lembaran kisah baru dengan Priyo. Akan kurapikan kenangan kita berdua dan ku
tempatkan dalam sudut hatiku yang paling istimewa. I love you more than word
can say :)
--000--
keren. Kunjungin juga http://farhannurhuda.blogspot.com
ReplyDeleteapapun itu.keren ceritanya.entah fiksi atau nyata.itu keren :)
ReplyDeleteTerima kasih :) jadi makin semangat untuk terus menulis ^^9
ReplyDeletehuhuhu... cerita yg sedih ternyata.
ReplyDeleteitu cerita move on.hehe ^^
ReplyDeleteWuih.. Kamu jago nulis.. Keren keren..
ReplyDeletemasih belajar kok ^^ terima kasih sudah dibaca :D
ReplyDeletecie cie....
ReplyDeletedalem banget...
penuh penghayatan nihh..
:)
Tulisannya bagus :)
ReplyDelete@hanifa Terima kasih udah baca Hanifa :))
ReplyDelete@Dihas Enrico hehe.. , terima kasih udah mampir :))
ReplyDelete