Skip to main content

Bermimpilah...



“Jangan suka bercita-cita tinggi, cita-cita tinggi Cuma punya orang yang beruang, masuk kuliah itu berapa juta, duitnya dari mana? eling ndug Ibu mu itu Cuma buruh nyuci, kalau kamu mau nerusin sekolah lagi apa ndak kasihan sama Ibumu, ga isitirahat dan terbebani sama biaya kuliah kamu nantinya yang mahal, mbok ya kamu kerja saja, biar ibu mu nggak terlalu kerja keras, bisa istirahat, kamu dapat duit, dapet barokah surga juga bisa bantu-bantu ibu kamu”

Bu Dhe Tini, memberiku wejangan panjang lebar setelah aku mengutarakan keinginanku melanjutkan sekolah di Akbid, akademi kebidanan.Hatiku menciut, aku ingin menangis karena berani bermimpi. Belum melambung terlalu tinggi saja mimpiku sudah dipatahkan, hingga remuk berkeping-keping.  Sejak saat itu aku takut bermimpi,  karena mimpi hanya untuk mereka yang beruang.
Ku renungkan perkataan Bu Dhe Tini, aku memang tidak terlalu menonjol disekolah, kecerdasanku rata-rata, aku pendiam dan tak pernah aktif di organisasi sekolah. Kalau aku mengharapkan beasiswa sama halnya seperti aku mencari sebuah jarum ditumpukan jerami. Aku menyerah, masuk sekolah kebidanan tidak murah, aku tahu itu. Darimana Ibuk dapat uang sebanyak itu, kalaupun harus berhutang, siapa yang mau memberi pinjaman pada buruh cuci yang pendapatannya tak seberapa? Dan kalaupun ada yang meminjamkan uang pasti Ibuk hanya sanggup mencicil bunganya saja tiap bulannya. Aku menghembuskan nafas berat.
“Kamu kenapa tha nduk, dari tadi kok murung saja” kata-kata Ibu membuyarkan lamunanku. Beliau membelai rambut ikalku dengan lembut.
“Nggak apa-apa Bu, oh ya Bu aku sekarang kerja paruh waktu di butik dekat sekolah, jadi mulai bulan depan Insyaallah Ibu nggak perlu kasih uang jajan ke Ayu”
Ibu menarik kursi didepanku.
“Kamu ndak usah kerja paruh waktu kalau itu bisa ganggu belajar kamu, ibu nggak mau, kamu dapet duit nggak seberapa tapi nilai kamu pada anjlok”
“nggak kok bu, kalau memang akhir semester ini nilai Ayu jelek Ayu akan berhenti kerja”
“yowis, ibuk pegang kata-kata kamu ya” Ibu beranjak menuju dapur. “ oh ya tadi Ibu ketemu bu dhe Tini, katanya kamu tadi mampir dan ngajarin Bagas baca ya?”
Bagas adalah cucu pertama Bu Dhe Tini yang baru masuk TK. Usianya kira-kira baru 5 tahun.
“iya Bu, tadi rencananya Cuma mampir bentar buat nganterin Loyang kue yang ibu pinjam kemarin tapi disuruh ngajarin Bagas baca dulu”
Ku dengar ibu tertawa.
“Kata Bu dhe Tini, Bagas jadi tambah pinter setelah kamu ajarin, katanya kamu juga telaten ngajarin bacanya”
“trus budhe Tini ngomong apalagi sama Ibu?” tanyaku waspada. Aku takut budhe Tini menceritakan juga keinginanku untuk melanjutkan sekolah di Akbid. Aku memang belum membicarakan hal tersebut pada Ibu.
“Bu dhe Tini mau bilang ke Mbak Widi buat nawarin kamu ngajarin baca Bagas, ada uang saku katanya”
“Ooohh” tanpa sadar aku menghela nafas lega.
“daripada kamu kerja di Butik, mending kamu ngajarin Bagas baca saja sehabis magrib atau sore sepulang sekolah”
Aku hanya menggumam, memikirkan nasihat Ibu. Tawarannya lebih menarik.
“mbak Widi kan belum tentu mau Bu”
“Kata Bu dhe Tini mbak Widi emang lagi nyari guru les kok, kamu kan tahu mbak Widi sibuk kerja nggak sempet ngajarin Bagas baca tulis”
“kalau Bu dhe Tini kasih kabar lagi, bilang saja Ayu mau bu” kata-kataku terdengar sangat bersemangat.
Tiba-tiba semangatku surut.  aku sadar, kalau aku sering bertemu dengan bu dhe Tini, mimpiku akan benar-benar mati.
---
Di sebuah senja ibuk memberitahuku bahwa mbak Widy memintaku untuk mengajar Bagas. Hari pertama aku mengajar Bagas bu Dhe Tini arisan, aku aman. Hari kedua beliau ada kondangan. Aku bisa bernafas lega. Aku memang tak ingin bertemu dengan budhe Tini, takut beliau mengungkit-ungkit pembicaraan kami tempo hari. Tapi hari ketiga akhirnya aku bertemu dengan Bu dhe Tini. Rasanya aku menahan nafas selama mengajar Bagas.
“udah selesai ya Yu?”
“sudah budhe” jawab ku sambil merapikan buku pelajaran Bagas.
“Budhe seneng liat cara kamu ngajar Bagas, dia makin pintar saja yu”
Pipiku menghangat mendengar nasihat budhe Tini.
“kamu cocoknya jadi Guru saja, kamu sayang sama anak-anak, kamu juga ada bakat mengajar” 
Bu dhe melanjutkan kata-katanya melihat aku diam. “Mas Danu sekarang sudah semester 5 loh yu, bu dhe gak ikut bantu bayar uang kuliahnya sama sekali’
“dapat beasiswa budhe?” tanyaku antusias.
“nggak, mas Danu kerja dulu setahun, ngumpulin uang buat bayar masuk kuliah kan sekarang banyak Universitas yang buka kelas karyawan lho jadi siang kamu kerja, malam kamu kuliah”
Aku tertarik. Aku sangat tertarik dengan cerita budhe Tini.
“kamu punya nomor hpnya mas Danu?”
Aku menggeleng.
“nanti budhe kasih, kalau kamu minat kamu tanya-tanya mas Danu sendiri saja ya”
---
“Bu Ayu, kalau yang ini caranya gimana ya Bu?”
Seorang murid menghampiri mejaku sambil membawa bukunya.
“yang mana Ranti?”
“rumus yang dipakai untuk mengerjakan soal ini yang mana bu?”
Aku menjelaskan hingga Ranti benar-benar mengerti lalu dia kembali ke tempat duduknya. Aku sangat menikmati peranku sebagai guru bagi anak-anak didikku. Aku menyayangi mereka seperti adik yang tak pernah kumiliki selama ini.
Aku sangat berhutang budi pada Budhe Tini, orang yang dulu pernah kuanggap sebagai pembunuh mimpiku tapi nyatanya beliaulah yang membukakan sebuah jalan untukku meraih mimpi yang lain. Setelah lulus SMA mas Danu menawariku pekerjaan dikantor temannya dan setahun kemudian aku melanjutkan pendidikanku di Universitas Swasta di Jakarta.  Dan disinilah aku sekarang, mengabdikan diri dan memanfaatkan ilmu yang kuperoleh. Membagi mimpi dengan anak-anak didikku agar mereka tak takut untuk mengejar mimpinya.
Jangan pernah takut bermimpi teman, mimpi bukan hanya dimiliki oleh orang yang beruang tapi mimpi juga dimiliki oleh orang yang mau berusaha dan tak kenal menyerah.

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

How to Create Crossword Puzzle by Using EclipseCrossword

I got a task last weeks from my lecturer to create a crossword using Microsoft word. There’re two ways to make a crossword puzzle using Microsoft word : - Create crossword puzzle using available crossword puzzle template - Create manually using table Both of that way is quite hassle. But, we can try another way that is easier by using EclipseCrossword software. That file size is only 513 KB. You can download the latest software from this official website. Click here for download. If the program has been installed in your computer, let’s go through the steps involved in creating a puzzle of our own.

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.