Skip to main content

Aku Masih Kalah

Apakah begini rasanya dicampakkan? Seperti tebu yang telah habis dihisap manisnya? Kamu tidak bisa seperti itu padaku, man!
Aku terkikik geli mendegar joke teman pria baruku, padahal setengah mati aku tidak ingin tertawa. Aku melirikmu berharap melihat cemburu di matamu tapi kau malah buang muka saat aku memergokimu sedang menatapku.
1-0, man! Aku tak akan membuatmu merasa menang.
Pria di depanku rupanya mulai membicarakan hal lain, diam-diam dia menggenggam tanganku yang terkepal diatas meja.
“I love the way you laugh”
Aku memasang muka malu-malu khas abege, agar pria di depanku tetap melanjutkan gombalannya.
Aku kembali melihat ke arahmu. Oh tidak, siapa wanita yang sedang cipika-cipiki dengan kamu? Apakah dia yang membuatmu mencampakanku? Darahku naik ke ubun-ubun.
“Aku pulang” aku beranjak meninggalkan pria di depanku kebingungan. Masih saja aku belum bisa mengalahkanmu karena rasa itu masih ada. Aku masih cemburu.


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---