source : boxpicture.net |
Mencintai dalam diam sungguh
menyedihkan. Begitulah kira-kira yang kurasakan tiap hari. Aku menahan diri agar
jari-jariku tidak mengetik pesan singkat untukmu. Mencoba menstimulasi otakku
untuk tak memikirkanmu. Memeluk erat hatiku agar ia tak berlari dalam tarikan
magnet pesonamu. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Iya, sebelumnya aku
akan mengalah pada sebuah rasa. Membiarkannya tumbuh walaupun aku tahu pada
akhirnya dia akan mati jua. Tapi denganmu berbeda, aku menahan diri untuk tidak
jatuh cinta, ada sebuah peringatan yang tak bisa ku jelaskan dengan
kata-kata. Bukan karena kamu tak baik. Bukan, tapi aku tau jatuh cinta padamu akhirnya
akan menambah luka saja. Karena kamu tak akan pernah memberikan hatimu
sepenuhnya padaku. Setengahnya saja mungkin tidak.
---
“Jangan belajar untuk
mencintaiku Saka” aku menyodorkan kembali setangkai mawar merah yang baru saja
diberikannya untukku.
Debur ombak mengisi
keheningan yang menyelimuti kami berdua.
“Aku pikir kamu gadis
yang tepat Wanda”
Aku menggeleng, masih
tersenyum, “gadis yang tepat tidak akan membuatmu belajar mati-matian untuk
mencintainya” aku tersenyum menenangkan untuk menghalau situasi canggung yang
mulai menyelimuti kami berdua.
“Baiklah, apa kamu
masih mau berteman denganku?”
Aku mengangguk.“tentu
saja”
“Ayo kuantar pulang”
ajak Saka
“masih pengen disini
liat senja”
Angin laut
mempermainkan rambutku.
“Baiklah, aku tunggu
sampai senja menghilang”
“aku ingin sendiri, please”
Kulihat semburat kecewa
dalam kedua mata Saka.
“Baiklah, hati-hati,
jangan pulang terlalu larut, atau kalau sudah ingin pulang hubungi aku, aku
akan menjemputmu”
“Iya, terima kasih
Saka”
Saka berbalik dan
berjalan meninggalkanku. Tak kuasa ku tahan air mataku.Aku menangis, menangisi
hatiku yang terlalu rapuh semenjak cinta ini tumbuh. Seharusnya aku tak
membiarkan Saka mengetahui perasaanku, sehingga dia tak perlu belajar membalas
cintaku. Seharusnya aku tahu perhatian yang dilimpahkan padaku hanyalah
perhatian seorang teman baik tanpa embel-embel perasaan apapun. Tapi aku terlalu
buta karena cinta ini, aku tak kuasa menahan rasa ini yang demi hari tumbuh
merapuhkan hatiku. Aku seharusnya tahu siapa yang telah memiliki hati Saka.
Hanya dia, sampai kapanpun akan tetap dia.
---
“Makasih ya Kev, makasih
banyak kamu selalu ada buat aku” ku tatap Kevin yang sedang melempar jauh
pandangannya pada garis cakrawala. Dia menoleh dan memberikan sebuah senyum
tulus yang dihiasi lesung pipinya.
Setelah Saka pergi aku
menghubungi Kevin, memintanya untuk datang menemaniku.
“Itu janji saya buat
kamu, Wanda, dan selagi saya mampu saya akan selalu berusaha menepatinya”
“Aku memang bodoh ya
Kev, aku lebih milih nyakitin hati sendiri daripada bahagia. Padahal ada orang
didepan aku saat ini yang mampu bahagiain aku tapi aku terlalu bodoh dan
memberikan hatiku untuk pria lain”
“Cinta saya tak
berpamrih Wanda, saya hanya ingin melihat kamu bahagia”
“Aku bahkan tak tahu
letak bahagia ku ada pada siapa Kev, sampai kapanpun Saka nggak akan bisa
mencintaiku karena seluruh cintanya telah diberikan pada gadis itu”
Kevin larut dalam diam.
“Aku jahat sama kamu,
temukan gadis lain yang bisa mencintaimu sepenuh hati Kevin, aku takut aku tak
akan pernah mampu”
“Sudah saya bilang
Wanda, cinta saya tak berpamrih buat kamu”
Aku menggeleng
berkali-kali.Tak kuasa air mataku jatuh juga.
“Jangan menangis, saya
mohon”
Rasanya angin laut yang
kurasa ampuh membawa terbang duka ku tak membantu sama sekali untuk kali ini.
---
Aku berbaring gelisah
diatas tempat tidur.Hatiku tersiksa. Tatapan dingin Saka dan senyum tulus kevin
hilir mudik dikepalaku. Aku mencintai Saka sepenuh hati, Kevin mempersembahkan
cinta tak berpamrih untukku. Andai saja aku bisa melupakan Saka dan hanya
mengingat Kevin setelah bangun tidur keesokan harinya, pikirku dalam hati.
Aku beranjak dari
tempat tidur, ku ambil kunci mobil diatas nakasku. Lalu kusambar cardigan yang ku
sampirkan di kursi kerja.
Aku benar-benar bisa
gila, aku perlu angin laut untuk menghalau kekalutan dalam hatiku. Ku injak pedal gas mobil dalam-dalam, ku pacu mobilku pada
kecepatan tertinggi. Tapi tiba-tiba saja aku hilang kendali saat
ditikungan. Mobilku seperti terlempar lalu berguling.Semua gelap. Aku tak
sadarkan diri kemudian.
---
Tubuhku terasa remuk
dan nyeri disana-sini. Kelopak mataku terasa berat, seperti digelayuti
berton-ton beban. Ku kerjapkan mataku berkali-kali untuk memperjelas pandangan
mataku. Aku merasa asing dengan kamar yang ku tempati. Ada dua pria
didepanku. Kevin dan sesosok pria yang tak ku kenali.Kevin menepuk bahu pria
tersebut lalu beranjak meninggalkanku. Pria asing tersebut mengangguk pada
Kevin lalu berjalan menghampiriku.
“Kev” panggilku parau.
Kevin sudah hilang
ditelan pintu, pria asing tersebut semakin mendekat.
“Wanda” panggilnya
lembut. Hati ku berdesir dibuatnya.
“Kevin”
Pria tersebut membeku
dalam langkahnya.
“Kevin” ulangku sekali
lagi.
Ku lihat sinar matanya
yang tadi berbinar-binar sedikit demi sedikit meredup dan memancarkan
kekecewaan. Ku rasakan detak jantungku tak normal.
“Wanda, kamu nggak
inget siapa aku?” tanya pria tersebut lembut. Aku menggeleng bingung.
“Kevin” Aku seperti
orang gagu yang hanya bisa menyebut nama
Kevin saja.
“Aku akan memanggilnya
untukmu”
Dia meninggalkanku yang
masih bingung. Pertama aku tak mengenal pria tersebut. Tapi tatapan matanya
sepertinya tak asing, dan entahlah hatiku menghangat karena caranya memanggil
namaku.
Kevin masuk buru-buru.
“Wanda, are you okay?” nada khawatir menyelimuti
suaranya.
Aku menggeleng.
“Mana yang sakit?”
Aku tersenyum.Dia masih
seperti itu, selalu berlebihan mengkhawatirkanku.
“Kenapa kamu masih bisa
tertawa disaat seperti ini?”Kevin menggenggam tanganku erat.
“Kenapa aku bisa disini
Kev? Badanku sakit semua, selang infus ini sangat menggangguku” aku merengek.
“Ceritanya panjang,
seharusnya saya panggil dokter dulu saat kamu sadar tadi, tapi saya terlalu
bahagia melihat kamu membuka kedua matamu setelah tiga hari terpejam”
Kevin sepertinya
berniat memanggil dokterku tapi pria asing itu memotong langkahnya.
“Gue aja” Pria asing
itu menghilang dibalik pintu.
“Siapa dia?”
Kevin memandangku
khawatir.
“Kamu lupa sama dia?”
“Aku mengenalnya?”
tanya ku ragu.
Kevin membeku.Seorang dokter
dan suster masuk keruanganku, mengusir Kevin keluar.
---
“Aku benci masakan
rumah sakit, nggak ada rasanya” aku merengek pada Kevin yang sedang mencoba
menyuapkan sesendok nasi padaku. Ku tutup mulutku rapat-rapat.
“kamu mau makan apa?” Tanya
Kevin
Aku tersenyum lebar.
Dia memang selalu tahu apa yang aku mau.
“Pizza” aku
mengucapkannya mantap.
Kevin geleng-geleng
kepala lalu membetulkan letak kacamatanya yang melorot “makan makanan ini 3
sendok lagi, dan saya akan membelikannya untukmu”
“nggak mau”
“Kalo nggak, saya nggak
mau beliin pizza buat kamu”
Aku cemberut.
---
“Kamu beneran nggak
ingat Saka?”
Aku menggeleng sambil
menggigit potongan pizza kedua ku.
“Aku merasa seperti
mengenalnya, tapi entahlah, nanti juga inget sendiri. Kata dokter begitu bukan?”
Kevin terlihat gusar.
“Coba kamu ceritain ke
aku, hubunganku sama dia sebelum kecelakaan seperti apa”
Kevin berdeham lalu
membetulkan letak kacamatanya.
“Kapan-kapan saya
ceritain, dia mau datang jenguk kamu hari ini”
“Kamu disini kan selama
dia disini?”
Kevin menggeleng.
“Saya ada janji”
---
“Hai” sapa Saka, pria
yang telah hilang dari memoriku
“Hai” aku membalas
sapaannya riang.
“Apa kabar Wanda?”
“Besok aku sudah bisa
pulang, aku sudah bosan sekali disini”
“Syukurlah, belum
mengingatku?”
Aku memberikan tatapan
meminta maaf untuknya.
“Kamu mau cerita
bagaimana hubungan kita dulu sebelum aku kecelakaan?Apakah kita dekat?” tanyaku
malu-malu.
“Seperti itulah, tapi
kau menolak menjadi kekasihku”
Wajahku menghangat,
pasti pipiku memerah kali ini.
“Apa kamu tahu alasanku
kenapa menolakmu?”
“Aku akan menceritakan
semuanya kalo kamu mau jalan denganku setelah pulang dari rumah sakit ini”
“kencan?”
“Iya, bisa disebut
seperti itu”
Sesore itu Saka
menemaniku mengobrol, dia orang yang asik diajak mengobrol.Aku masih tak habis
pikir kenapa aku bisa menolak pria semenarik ini?Apa yang salah?
Semalaman wajah Saka
memenuhi kepalaku sampai akhirnya aku jatuh tertidur.
---
“Aku menolak kamu
karena aku nggak percaya kalau kamu beneran sayang sama aku?”
Saka menepati
janjinya. Dia menceritakan semuanya, awal perjumpaan kami, kencan pertama kami
sampai ketika aku menolak cintanya.
Saka mengangguk, aku
tak tahu arti tatapannya saat ini padaku.
“Tapi kamu beneran
sayang sama aku?”
“Aku mencintaimu Wanda,
untuk apa aku memintamu menjadi bagian masa depanku kalau aku tidak
mencintaimu?”
“Pasti ada alasan
kenapa aku meragukanmu” aku berkata lirih
“Mungkin, tapi kamu
sendiri yang mengetahuinya Wanda, apa yang kamu rasakan saat ini?”
Kepalaku mendadak
sakit.
“Kamu kenapa Wanda?”
tanya Saka khawatir.
“Kepalaku sakit Saka”
“Ayo kuantar ke dokter”
Aku menggeleng. “Antar
aku pulang saja”
---
Malam ini tidurku tak
nyenyak. Potongan-potongan masa lalu yang ku lupakan beberapa hari ini
menyerangku bak mimpi buruk. Aku tersentak bangun, tubuhku rasanya lengket karena
keringat. Aku sudah mengingat semuanya, semuanya! Ingatanku kembali pulih.Aku
menangis. Pertama aku merasa bersalah pada Kevin, sahabatku sejak duduk dibangku
SMA yang mengungkapkan rasa cintanya seminggu sebelum Saka menembakku. Kevin
bilang hanya ingin aku tahu agar dia tak tersiksa dengan rasa sayangnya
kepadaku yang telah disimpannya sejak lama. Dia tahu aku menyukai Saka saat itu,
cinta Kevin tak berpamrih dia hanya ingin melihatku bahagia, tanpa atau ada dia
dalam bagian bahagiaku.
Kedua, aku merindukan
Saka.Aku sungguh-sungguh mencintainya. Penolakanku padanya tempo hari lalu hanya
karena aku takut kehilangannya bila gadis itu benar-benar kembali dalam
hidupnya. Aku takut ditinggalkannya begitu saja saat gadis itu datang atau dia
akan tetap disampingku tapi hatinya tetap milik gadis itu. Dua opsi yang sangat
menyakitkan untukku.
Aku benar-benar
menginginkan hari-hari ku yang lalu saat otakku tak lagi mengingat Saka. Saat
aku melupakan kerapuhan hatiku karena rasa sayang ini.
---
Aku duduk gelisah menunggu
Kevin di sebuah restoran cepat saji dekat kantornya. Dia agak terkejut saat aku
meminta bertemu segera, apalagi aku sudah menunggunya.
Ku liat Kevin masuk
terburu-buru, aku melambaikan tangan dan tersenyum. Dia tak membalas senyumku.
“Kamu baik-baik saja
Wanda?”
“Ada hal penting yang
ingin ku katakan padamu” ku tatap Kevin dan tersenyum.
Kevin menarik kursi di
depanku.
“Nih, minum dulu” ku
sodorkan segelas coke dingin yang telah ku pesan untukknya.
“Terima kasih” dia
meminumnya lalu kembali menatapku, menunggu aku berbicara.
Aku berdeham.Ku tarik
nafas dalam-dalam.
“Aku sudah mengingat
semuanya Kevin”
Kevin menarik nafas
lega. “Syukurlah, saya senang mendengarnya”
“Selain itu aku ingin
mengatakan sesuatu hal yang penting padamu” aku diam menunggu respon Kevin,
tapi Kevin hanya diam. Aku meraih tangan Kevin lalu menggenggamnya.
“Aku akan belajar
mencintai kamu Kevin, aku yakin aku akan bahagia bersamamu”
Kevin tersenyum
memberikan tatapan lembutnya untukku.kedua tangannya kini meremas tanganku
perlahan.
“Bukan saya orangnya
Wanda, bukan saya yang mampu membahagiakanmu. Ada orang lain yang bisa
membahagiakanmu, orang yang benar-benar kamu cintai. Orang yang telah
menitipkan tulang rusuknya padamu”
“Bagaimana kamu bisa
tahu kalau orang itu bukan kamu?”aku menunduk, tak ingin dia melihat mataku
yang mulai berkaca-kaca.
“Ikuti kata hati kamu
Wanda, jangan mengambil keputusan buru-buru.Saya tidak ingin kamu menyesal
nantinya. Bukan saya orangnya, percayalah bukan saya”
Kevin beranjak dari
tempat duduknya.Lalu mendekatiku.
“Saya memang mencintai kamu
Wanda, tapi saya menginginkan kebahagianmu lebih dari segala-galanya”
Kevin mencium keningku
lalu pergi meninggalkanku.
Aku menenggelamkan
wajahku dalam kedua telapak tanganku. Aku sedih, tapi sepertinya air mataku telah
kering.
Ku dengar kursi
didepanku di tarik oleh seseorang.Aku mendongak, nyaris jantungku meloncat saat
tahu Saka lah yang sekarang ada di depanku.
“Kamu sudah mengingat
semuanya Wanda?” tanya Saka to the point.
Aku memandangnya
bingung.
“Kevin yang
memberitahuku”
Saka sepertinya mampu
membaca pikiranku.
Kevin membuang nafas
berat ketika aku tak merespon dan membeku di depannya.
“Kamu masih tak
mempercayai perasaanku padamu? Wanda, apa yang harus ku lakukan agar kamu
percaya? Beritahu aku, aku rela melakukan apapun asal kau tak meragukan
perasaanku lagi”
Aku menggeleng, aku
kehabisan kata-kata.
“Dia bagian masa laluku
yang sudah ku tinggalkan jauh dibelakang, aku ingin kamu Wanda, aku ingin
bersama kamu untuk membangun masa depan kita”
“Saka” suaraku
terdengar lemah.
“Aku cinta sama kamu
Wanda” Saka mengucapkannya mantap.Tak ada nada ragu dalam suaranya seperti yang
ku dengar sebelum aku kecelakaan.
Ku tatap kedua matanya,
ku lihat kesungguhan disana. Tiba-tiba cairan hangat meluncur melewati pipiku,
aku menangis.
“Jangan menangis lagi,
aku tak sanggup melihatmu menangis” Saka menghapus air mataku dengan ibu
jarinya. Digenggamnya tanganku oleh kedua tangannya.
lantas kevin? apakah dia galau? pasti dia status terbru kevin semua pake hesteg #GALAUUU... XD
ReplyDeleteNice story. seperti biasa. gue menyukainya :)
oia, boleh ngasih saran ga?
boleh aja yah :3 *maksa*
jadi gini. sebaiknya ditambahkan spasi dulu setelah tanda '.' (titik) atau ',' (koma) sebelum lanjut nulis kata berikutnya biar keliatan tanda bacanya gitu, coz kalo tanpa spasi jadi dempet ga keliatan tanda baca , atau .
ok makasih ;)
oia. mohon hilangkan CAPTA dikomen box. mengganggu SYEKALI kaka....
ReplyDelete@ben kun Thanks masukannya Bem :D
ReplyDeleteEmang caranya ngilangin CAPTA di komen box gmn?
ilangin CAPTA KOMENTAR : buka setelan - pos dan komentar - cari kata 'aktifkan verifikasi kata' ppilih tidak - simpan
ReplyDelete@ben kun udah nggak ada capta-nya skrg. thanks Ben :D
ReplyDelete