Ku langkahkan kaki
lebar-lebar. Takut pria asing yang menyapaku di kafe mengejarku. Sore ini aku sengaja duduk-duduk sendirian di
kafe yang sering ku kunjungi bersama teman-teman kerjaku dulu. Tapi rupanya
duduk-duduk di smoking area ternyata tak aman. Tiba-tiba saja pria asing
mendatangiku dan berkata bahwa aku adalah gadis yang sering ditemui dimimpi-mimpinya. Bagaimana
bisa seorang pria asing mengatakan hal absurd seperti itu kepadaku yang
sedang kalut, jelas jika setelahnya aku kabur ketakutan meninggalkannya. Ku harap
pria tersebut bukan pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa.
Aku menengok
kebelakang, memastikan pria asing itu tak nekad mengejarku. Ku hela nafas lega
dan berjalan lebih lambat ketika tak ku lihat bayangan siapapun di belakangku.
Akhir-akhir ini hidupku memang sedang kacau. Sejak aku dengan iseng mendatangi
seorang peramal di festival tahunan di kota tempat tinggalku, hidupku
gonjang-ganjing tak bisa ku kontrol. Kesialan bertubi-tubi menghampiriku.
Aku benar-benar iseng saja saat memasuki tenda peramal
berwarna ungu tua yang sedikit jauh dari pusat keramain festival. Ketika aku mengutarakan keinginan untuk diramal, dia mulai membaca
mantra lalu menekuri bola kristalnya lama sekali. Wajahnya sungguh menyeramkan
saat mengalihkan pandangannya dari bola Kristal lalu ke arahku. Dia bilang
posisi ku sedang sulit, seperti telur diujung tanduk yang siap jatuh dan
hancur. Tapi kemudian dia tersenyum, menenangkanku dan bilang nasibku berada
ditangan seorang pria baik hati yang akan datang menolongku.
Ketika aku keluar dari
tenda, tempat peramal tersebut menerima tamunya. Aku sontak tertawa
terbahak-bahak saat menceritakan kembali kepada teman-teman ku apa yang baru saja ku dengar dari
peramal tua itu.
Seminggu kemudian,
tanpa adanya angin dan badai tiba-tiba aku menerima surat PHK dari kantor. Jelas
aku tak terima karena ku pikir kinerjaku bagus selama ini.
“Maafkan kami, Tatya…
perusahaan sedang mengalami masalah dan sesuai meeting yang dilakukan oleh pemegang
saham diputuskan untuk melakukan perampingan karyawan”
Aku memang mendapatkan pesangon tapi aku
menganggur sekarang. Sudah hampir sebulan aku menganggur. Tentu aku tidak duduk berpangku tangan saja, sudah kucoba mengirimkan lamaran pekerjaan ke semua
perusahaan yang membuka lowongan di surat kabar. Tapi hingga kini belum
sekalipun aku menerima panggilan untuk interview.
Tabungan ku semakin
menipis, tagihan kos bulan ini sudah membayang didepan mata.
Ku hela nafas panjang. Berusaha
melapangkan dadaku yang serasa terhimpit batu besar bernama masalah.
Entah sudah berapa lama
aku berjalan, aku tiba disebuah taman yang sepi. Warna lembayung senja
mendominasi langit. Ku lempar tubuhku pada bangku taman, melepas lelah.
Ku keluarkan rokok yang
ku kantongi disaku jaket denim ku. Ku sulut sebatang. Ku pandangi senja sambil menikmati
sebatang rokok.
“Dik, kasihani Ibu dik,
Ibu lapar” seorang pengemis tua menghampiriku, menyodorkan sebuah mangkok plastik
padaku.
Aku kembali merogoh
kantong jaket denim ku, sepertinya aku masih memiliki uang dua ribuan kembalian
saat membeli rokok.
Saat ku masukkan uang
dua ribuan terakhirku, ku pandangi wajah Ibu pengemis tua didepanku. Wajahnya tak
asing.
Ibu pengemis
mengucapkan terima kasih dan memanjatkan doa yang tak terlalu ku dengarkan. Karena
pikiranku sedang sibuk mengingat-ingat wajah tak asingnya.
Saat Ibu pengemis tua
tersebut sudah berjalan 10 m dari ku, ingatanku baru kembali bekerja. Ibu itu
adalah peramal tua yang menyebabkan nasibku berubah drastis seperti saat ini.
“Ibu tunggu” ku buang
rokokku sembarangan lalu mengejarnya.
Aku berhasil mengejar
langkahnya. Ku tarik bahunya sehingga kini dia menatapku. Tatapan matanya
berbinar aneh.
“Ibu peramal tua di
festival bulan lalu kan?”
Ibu peramal tua entah
pengemis didepanku tersenyum.
“Kamu gadis yang baik,
kelak kamu akan segera bertemu dengannya”
Ku lepaskan tanganku
dari bahunya. Tatapan matanya beralih ke belakangku sehingga refleks aku
mengikuti arah tatapannya.
Tak ada siapa-siapa di
belakangku.
“Ibu jangan coba-coba…” kata-kata
ku terputus. Ibu tua peramal entah pengemis sudah tak ada lagi didepanku.
Langit mulai gelap, ku
langkahkan kaki lemas untuk pulang.
bersambung....
Comments
Post a Comment