“Untuk apa
kita pertahankan semua ini kalau akhirnya kita tetap akan berpisah dan
masing-masing dari kita akan terluka lebih parah?”
Kulihat
tatapanmu nanar kemudian ku keluarkan kata-kata pamungkasku.
“Lebih baik kita
sudahi semua ini, aku lelah Mas”
Ada kilat
kesedihan dan kekecewaan yang terpancar dimatamu. Membuat hatiku semakin ngilu.
“Aku
mencintaimu Ra, tapi bila cinta ini menyakitimu apa yang bisa ku lakukan selain
menuruti permintaanmu?”
“Lebih baik
kau pulang sekarang” Aku duduk membelakangimu. Ke dengar langkah kakimu menjauh
dan suara pintu yang kau tutup perlahan. Tubuhku bergetar. Aku menangis
semalaman.
Satu
perbedaan tak bisa dijembatani oleh apapun. Perbedaan prinsip yang mendasar
yang tak bisa dikompromikanlah yang membuatku harus memutuskan hubungan dengan
Dimas, lelaki yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama dan membuatku
jatuh lebih dalam pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Dimas tak membiarkanku
jatuh sendirian. Dia menangkapku tepat sebelum
aku benar-benar menyentuh dasar. Hubungan kami mengalir begitu saja. Terasa
begitu indah diawalnya tapi semakin lama aku semakin takut. Akan bermuara
dimana cinta kami? Semuanya samar-samar tak jelas.
Aku tak
pernah menyesal karena dengan berani jatuh cinta padanya. Dia yang mampu
melengkapiku. Menyulut semangatku disaat aku redup. Mengukir senyum ketika
mendung menggelayuti hatiku. Walaupun dalam prosesnya banyak luka yang yang
mengoyak hatiku hingga tak utuh lagi tapi dibalik luka tersimpan kebahagiaan
yang mampu meredakan sakitnya.
Dua tahun
rasa ini masih sama Dimas. Dua tahun kita benar-benar tak pernah bertemu tapi
rindu ini tak kunjung padam. Apakah kau merasakan hal yang sama dengan yang
kurasakan? Dimana kamu sekarang? Kamu benar-benar menghilang sejak malam itu.
Namamu masih
sering ku sebut dalam doa malamku. Wajahmu masih sering muncul dalam mimpiku. Dan
setengah mati aku merindukan tatapanmu yang teduh dan suara beratmu yang dengan
setia mengingatkan aku hal-hal sepele yang sering ku lupakan.
“Eh,
ngelamun apaan sih lu?” Nessa sahabatku membuyarkan lamunanku.
“Nggak kok”
jawabku tergagap.
“Ntar malem
jadi ke pesta pertunangannya Putri kan?”
Aku menepuk
dahiku. Aku nyaris melupakan acara maha penting teman semasa kuliahku dan Nessa
dulu.
“Gue belum
ambil baju dilaundry Ness, keburu gak ya”
“Udah biasa,
gue mah udah feeling aja bakalan begini”
“Gak mungkin
gue pulang dulu, pasti ga keburu deh” Aku tertunduk dimeja.
“Tenang aja,
gue punya gaun cadangan buat lu, sekarang kita cabut ke salon aja yuk”
Kulirik jam
tanganku. Masih setengah jam lagi dari jam kantorku berakhir.
“Udah lah
kerjaan udah kelar kan?”
Aku
menggeleng mengiyakan. Kumatikan komputerku dan sedikit merapikan mejaku. Sedangkan
Nessa sudah siap sejak tadi. Bahkan dia sudah menggotong tas lengkap berisi 2
gaun dan dua pasang sepatu beserta aksesoris yang siap melengkapi penampilan
kami malam ini. Gaun putih Nessa jatuh pas dibadanku. Dengan riasan sesederhana
mungkin aku harap aku dan Nessa tidak menyaingi tuan rumah yang punya acara malam
ini. Karena kami sama-sama tahu Putri tidak suka berdandan, dia gadis tomboy yang
anti make-up. Aku ragu dia bersedia didandani hari ini. Bahkan ketika kami
menggodanya tentang gaun yang akan dipakainya dia menyumpah-nyumpah ide gila
mamanya untuk menggelar pesta pertunangannya. Tapi bagaimanapun dia tak tega
menolak. Dia lebih memilih menjadi ondel-ondel daripada menyakiti hati mamanya.
HP-ku berdering.
Sebuah panggilan masuk.
“Lu udah
pada dimanaaaa?” teriak Putri dari sebrang sana. Kujauhkan ponselku menghindari
tuli mendadak yang disebabkan suara Putri yang melengking.
“Udah hampir
sampai Put, kenapa sih bukannya hepi malah sewot”
“Bedaknya
bikin wajah gue gatel!!”
“Paling Cuma
beberapa jam doank, nama lu itu emang doa yang tak terjawab deh put” celetuk
Nessa
“Maksud lu
apaan?” Putri kembali histeris
“Putri itu
seharusnya lemah lembut ga beringasan kaya lu”
Aku dan
Nessa tertawa ngakak sedangkan Putri terdengar menyuarakan sumpah serapahnya.
“Lima menit
sampai tuan Putri, baik-baik ya” Aku memutuskan telpon dari Putri sebelum dia
kembali histeris.
Aku dan
Nessa belum pernah bertemu dengan Antonius. Pria beruntung entah malang yang
berhasil mendapatkan hati Putri. Putri dan Antonius bertemu setahun yang lalu
ketika Putri dinas di Surabaya. Mereka menjalani Long distance relationship. Sesekali
Putri menyambangi Antonius di Serabaya. Sedangkan Antonius setahuku tak pernah
datang ke Jakarta untuk bertemu dengan kekasihnya tersebut.
“Lama banget
sih katanya lima menit” Putri memandang kami dengan kesal sekaligus cemas.
Aku
memandangi Putri yang dibalut gaun peach manis yang pas sekali untuknya. Dia Nampak
cantik. Bercahaya lebih tepatnya. Aura kebahagiaan memancar begitu kuat dari
dirinya.
“Eh, ga
salah lu Put? Gaun lu cakep gini tapi lu pakai sepatu kets buntut lu itu?” Celetuk
Nessa. Aku memandang ke bawah dan tak bisa menahan tawa.
“Gue udah
coba pakai high heels tapi Antonius bilang gak usah dipaksa, nanti kaki gue
lecet dan gue gak bisa menikmati acara kami” jawab Putri tersipu.
“iiihhh…
pengen ketemu Antonius dong” Kata Nessa merajuk.
“Dia tadi lagi ngobrol sama temennya, bentar deh
gue panggil dia” Putri meninggalkan kami kemudian menghilang ditengah kerumunan
tamu. Tak berapa lama Putri terlihat menggandeng seorang Pria. Aku membeku saat
mengenali wajah itu. Wajah yang selama ini ku rindukan. Dimas. To be continue..
Comments
Post a Comment