Skip to main content

Talking To The Moon



Bulan bulat sempurna. Mereka memanggilnya purnama. Seperti biasa, aku duduk diatas jendela kamarku.
Aku tersenyum. Ku hirup aroma teh ku yang masih mengepul.
“Apa kabar dia?” ku awali perbincangan malam ini. Ku dengar jawaban lirih, berbisik. Seolah ini adalah percakapan rahasia antara kami berdua.
“Dia baik-baik saja, dia masih berusaha mencari, butuh waktu agak lama untuk mencapai tujuannya”
Kusesap teh ku perlahan. Dia masih agak lama untuk sampai kesini.
Mata-mataku sepertinya mengerti kekhawatiranku.
“Tenanglah, kalau kau sanggup bertahan hingga kini. Agak lama yang ku maksud tak akan membuatmu kering menunggu”
Aku meredam tawaku dalam sesapan teh keduaku.
“Adakah yang lucu?”
“Kau memang selalu mampu menghiburku”
Gantian mata-mataku yang tersenyum.
“Apakah dia pernah berbicara padamu juga?”
“Tidak, aku tak akan bicara padanya. Aku mata-mata mu. Aku hanya berbicara padamu”
“mereka tak membocorkan rahasia kita bukan?” ku lirik teman-temannya yang menyebar mengelilinginya.
“Tentu saja tidak, mereka setia padaku”
“Selalu jaga dia, temanku. Terangi malamnya. Aku tak ingin dia merasa sendirian dalam perjalanannya”
Ku dengar tawa cekikian. Ada yang menguping rupanya. Aku tahu apa yang mereka pikirkan. Bahkan semua orang di kota  memikirkan hal yang sama. Aku mendadak gila bila purnama datang, kata mereka. Ku hela nafas panjang. 
Bulan tertutup awan. Aku beranjak ke peraduan. Perbincangan kami tak mungkin dilanjutkan.
---
At night when the stars light up my room, I sit by myself talking to the moon, trying to get to you. In hopes you’re the other side talking to me too. 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---