Skip to main content

Aku jatuh...



Aku akan sangat menyesal bila aku terbakar oleh perasaanku sendiri. Api yang dengan sengaja ku sulut lewat pesan-pesan singkat yang ku tulis untukmu. Dengan susah payah aku menahan diri supaya perasaan ini tidak hadir. Tapi nyatanya aku kalah. Cubitan-cubitan rindu yang dulunya tak terasa sekarang terasa pedih menyentuh hatiku.
Lagi-lagi aku gagal karena mengabaikan bisikan larangan disekitarku. Aku benar-benar jatuh. Iya, aku telah jatuh dalam ruang gelap sendiri. Meraba-raba dinding perasaan yang masih belum bisa dengan jelas ku gambarkan.
Aku bukan seseorang yang dengan mudah memperlihatkan perasaan. Aku selalu berhati-hati untuk urusan yang satu ini. Karena telah banyak bekas cakaran luka yang membuat hatiku tak lagi utuh sempurna. Andai memang kali ini aku tak harus menanggungnya sendiri karena tanganmu terulur  membawakan redup cahaya lilin yang menghangatkan hatiku. Tapi serasa ada yang salah. Karena ada seseorang yang lebih memerlukannya daripadaku.
Aku masih kuat berdiri diatas luka ini. Aku biasa dengan sepi ini. Aku masih mampu meraba kegelapan yang menenggelamkanku dalam dinginnya rasa.
Aku masih mampu tanpa bahumu ketika aku perlu tempat bersandar. Walaupun jalanku tak akan lengkap tanpamu tapi aku tahu, bukan aku, orang yang berhak mendapatkan perhatian lebih darimu.
Tetaplah menjadi  cahaya untuknya. Aku disini masih bisa meraba gelap.

Comments

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Dancing Under The Rain

source : google Ku pandangi wajahnya yang terlelap, aku terhanyut dalam lamunan. Ku belai rambutnya kemudian dia menggeliat. “Pelor, bangun woy” kusembunyikan rasa gugupku pada teriakku. Dia hanya menggeliat kemudian menarik selimutnya menutupi kepala.

Secangkir Kenangan #2

Courtesy ShutterStock.com “Aku besok mau ke Jogja” Jawabku singkat. Ku lempar pandanganku ke jendela. Tanganku sibuk mengaduk-aduk minuman di depanku. “Sudah malam, kamu aku antar pulang ya” Pria di depanku masih saja berkata lemah-lembut meski ku acuhkan sejak kami bertemu di cafĂ© ini. Aku menggeleng. “Aku masih pengen disini” “Perlu aku temenin?” “Gak, kamu pulang duluan aja, rumahku kan dekat sini” “Kamu hati-hati ya, jangan pulang larut” Ku lemparkan senyum menenangkan agar dia segera beranjak meninggalkanku. Sebelum pergi pria itu merunduk lalu mengecup keningku singkat. Ku tenggelamkan wajahku pada kedua telapak tanganku. Seharusnya aku tak pernah membiarkan dia memasuki hidupku. Aku telah melukai perasaannya dengan tidak bisa membalas perasaannya. Seharusnya aku memberitahunya, bahwa hati ku telah lama ikut mati bersama kepergian Damar dan aku tak bisa mencintai pria manapun lagi. ---