Skip to main content

Bahagia untuk Kita


Entah sudah berapa lama aku berjalan, setengah jam, satu jam, atau telah lebih dari dua jam? Aku benar-benar tak peduli. Kaki ku hanya ingin berjalan. Sejauh yang ia mampu. Semakin jauh semakin ia mampu mengurangi denyut luka dalam hatiku.
Pernahkah kalian merasa terlalu sedih hingga tak bisa menangis? Terlalu lelah untuk beristirahat? 


Malam ini hatiku hancur berserakan. Ku sembunyikan tangisku dalam tawa. Ku tutupi kata-kata rutukan dalam gurauan pengundang tawa. Sarkasme yang ku pakai pun hanya ditanggapi tawa oleh semua orang. Malam ini semua orang tertawa, rasa sedih lenyap dari dalam diri mereka, terserap lubang besar yang menganga di sini, di dalam hatiku.
Sahabat ku, bertunangan dengan gadis yang dicintainya malam ini. Pesta besar diadakan untuk merayakan kebahagiaan yang datang sekali seumur hidup. Puluhan tahun dia percaya sudah mengenalku luar dalam, lebih mengenalku daripada orang tua ku sendiri. Tapi ia salah besar, ada satu yang ia tak ketahui, perasaanku yang tumbuh begitu dalam terhadapnya hari demi hari.
Nafasku  terengah-engah, kaki ku lelah. Ku lihat taman disebrang jalan. Nampak sepi karena sudah terlalu larut malam. Jangan tanya aku sedang dimana, aku sedang tak peduli dengan apapun.
Ku banting tubuhku di kursi taman, kaki ku lelah, dan yang lebih penting lagi hati ku sudah tak ingin berjuang. Air mata merembes dari ujung mataku, mengalir melewati pipiku lalu jatuh dipunggung tanganku yang tergenggam erat, ku rasakan kuku jariku menusuk kulit tanganku, pedih. Jantungku berdetak lebih cepat, sakit. dadaku sesak karena rasa sakit ini memenuhi seluruh bilik hatiku.
Mataku tiba-tiba silau, lampu mobil menyorot tubuhku dari tepi jalan. Ku pejamkan mata untuk menghalau sinarnya menyakiti mataku.
Ku rasakan seseorang meremas pundakku.
“Jangan buat aku mengingkari janjiku” suara yang ku rindukan menggaung di gendang telingaku.
Aku tak ingin membuka mata dan menyadari bahwa ini hanya halusinasi belaka.
“Aku benar-benar di sampingmu, bukan halusinasimu belaka”
Aku terisak, hampir meraung.
Ia memelukku. Mengelus kepalaku lembut.
“Aku minta maaf”
Tak banyak kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua, ia mengantarku pulang dan menemaniku hingga tertidur.
---
Cinta bersembunyi terlalu lama dalam hatiku, menikmati kebisuannya.
Ia lengah, ia lupa bila dia tak segera bertindak, akan ada yang lain yang mendahuluinya.

To be continued...

Comments

  1. kunjungan perdana sobat, Salam kenal ya :)
    bakalan sering2 main ke sini aku, hehe

    mampir ya di blogq :)

    ReplyDelete
  2. haaaah!! lagi2 bersambung grrrr....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbagi Pengalaman : Patah Tulang Lengan Atas Part 2

Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link ini http://nuergic.blogspot.co.id/2016/06/berbagi-pengalaman-patah-tulang-lengan.html                                                       Perpindahanku ke rumah sakit yang penuh drama saat itu karena aku seorang yang ngotot untuk pindah ke RS. Teman-teman dekat & teman kerja semua menyarankan untuk menunggu hari selasa saat perban tanganku diganti. Tapi waktu itu aku udah ketakutan setengah mati, vonis satu bulan hanya tiduran saja membuatku takut setengah mati. 

Let Me Keep it

Kalau sedang bahagia rupanya aku lupa untuk menulis. Saat Kembali membuka blog yang sudah lama ku telantarkan ternyata aku sudah skip buat catatan akhir tahun dua kali. Aku terlalu egois untuk membagikan kebahagiaanku rupanya. I want to keep them all for me. Aku menikah tahun lalu dengan pria yang ku cintai. Pria yang ku pikir harus ku lupakan, ternyata adalah pria yang mampu membuatku percaya pernikahan itu menyenangkan.